Khadijah, Cinta Sejati Rasulullah


Setiap manusia secara fitrahnya memiliki cinta sejati. Allah telah menganugerahkan rasa cinta pada setiap ummatnya dan menyematkan rasa tersebut pada setiap insan yang telah Allah tetapkan masing-masing, jodoh, itulah sebutannya. Kita tidak pernah tau dengan siapa dan dalam rencana seperti apa Allah mempertemukan kita dengannya, namun satu hal yang harus dipahami ialah jika Allah telah menetapkannya pada kitab Lauhul Mahfudz, maka tidak akan ada satu orang pun yang dapat merubah ketetapa tersebut.
Pada zaman dimana masyarakat arab masih menyembah latta dan uzza, tinggalah seorang wanita yang berkuasa dalam dunia perdagangan, wanita itu bernama Khadijah. Setiap daerah yang disebarluaskan dalam hal distribusi perdagangannya selalu pulang dengan membawa keuntungan yang berlipat ganda. Beliau dikenal sebagai penguasa perdagangan yang memiliki prinsip, jujur, dan ramah terhadap rekan perdagangannya. Suatu hari, beliau hendak mengirim kafilah dagang ke negeri Syam. Ia mencari manakah pemuda jujur nan arif yang dapat menerima tawarannya. Saat itu Muhammad merupakan pemuda yang sedang hangat dibicarakan oleh kaum arab karena sifat kejujuran dan moral luhur yang dimilikinya, dipilihlah Muhammad tanpa terbesit apapun dipikiran Khadijah bahwa kelak Muhammad akan menjadi lelaki yang paling ia cintai. Setelah melakukan kesepakatan, berangkatlah Muhammad untuk melakukan amanah yang diminta oleh Khadijah ke negeri Syam. Sepulangnya, tersiar kabar bahwa kafilah yang bernama Muhammad ini berhasil memperoleh keuntungan berkali-kali lipat dari hasil perdagangannya. Hati khadijah senang dan ia menyadari bahwa rasa yang ia miliki saat itu bukanlah sekedar kesenangan biasa melainkan ada secercah rasa kagum yang begitu besar kepada sosok lelaki yang begitu santun serta pekerja keras. Muhammad tidak pernah menatap mata Khadijah secara langsung kecuali saat ditanyakan mengenai kesepakatan akhir keberangkatan ke negeri Syam, itulah salah satu kesantunan dalam menjaga kehormatan yang dimiliki Muhammad.
Perlu diketahui bersama bahwa pada tradisi masyarakat Arab seorang wanita tidak diperkenankan untuk menampakan ketertarikan lebih dulu kepada sang lelaki. Khadijah yang memiliki pandangan yang luas tidak sepenuhnya setuju dengan tradisi tersebut, namun khadijah juga bukan wanita yang tergesa-gesa, sebagai seorang wanita yang fitrahnya memiliki rasa malu dilakukanlah siasat, yakni mengutus sahabatnya yang juga mengenal Muhammad, Nafisah Binti Umayyah, untuk melakukan pendekatan terlebih dahulu terhadap Muhammad. Nafisah menasihati Muhammad mengenai pernikahan dengan wanita mulia nan kaya yang pantas dinikahinya, dengan kerendahan hatinya Muhammad sontak menyatakan keraguannya bahwa ia merasa belum pantas memiliki wanita mulia terlebih ia bukan termasuk golongan orang kaya, ia mengkahawatirkan mahar apa yang kelak akan diberikan kepada wanita mulia tersebut? Nafisah pun langsung mengatakan dengan terus terang bahwa wanita mulia nan kaya yang dimaksudnya ialah Khadijah. Ia juga mengatakan bahwa Muhammad tidak periu mengkhawatirkan persoalan mengenai mahar. Dengan ridha Allah, menikahlah Muhammad dengan Khadijah.
Pernikahan tersebut membuat Muhammad begitu bersyukur. Beliau yang tadinya hidup serba kekurangan sekarang dapat hidup sejahtera dalam hal finansial disisi lain beliau juga bersyukur dikaruniai istri yang cantik sekaligus seorang istri yang membuatnya merasakan kembali kasih sayang seorang Ibu yang telah lama meninggalkannya. Dengan kehidupan finansial yang berkecukupan, Muhammad bukanlah suami yang hanya mengandalkan sang istri. Beliau juga terus berkerja keras menangani perdagangan yang semula dimiliki Khadijah untuk dapat senantiasa memperoleh keuntungan.
Singkat cerita, pada masa kenabian yang diemban oleh Muhammad seluruh aspek kehidupan di Mekkah mengalami perubahan yang drastis. Kabilah kaum Quraish tidak pernah gentar dalam upaya menggagalkan misi dakwah Muhammad. Disaat-saat seperti itulah kehadiran Khadijah, wanita pertama yang memeluk agama islam, bagai telaga di tengah gurun pasir. Khadijah selalu ingin suaminya berbagi duka padanya dan senantiasa mempercayai Muhammad bahwa Allah akan menurunkan pertolongan kepadanya. Caci maki yang dilakukan para kaum kafir tidak hanya ditujukan kepada Muhammad, namun juga kepada Khadijah sebagai istri Nabi. Istri Abu Jahal sering melemparkan kotoran ke depan rumahnya. Hal tersebut dihadapi dengan penuh kesabaran sambil terus berharap sang suami tercinta dapat pulang dengan selamat.
Kesulitan dalam misi dakwah yang diemban Rasulullah menjadi terasa lebih mudah lantaran Allah begitu mempercayai Khadijah untuk senantiasa memberi kasih dan sayang kepada Muhammad. Bahkan saking Allah meridhainya, Malaikat jibril pernah menyampaikan kepada Muhammad, kurang lebih seperti ini:

“Sampaikanlah kepada istrimu, Khadijah, bahwa di surga Allah telah menyiapkan istana nan megah khusus untuk Khadijah yang dimana tidak ada hiruk pikuk dan tidak ada kegelisahan dan kesusahan didalamnya”

Sebesar itulah balasan yang diberikan Allah kepada istri tercinta Rasulullah yang memiliki sebutan Ummul Mu’minin.
Muhammad dan Khadijah diriwayatkan memiliki lima anak, diantaranya; Qasim, Zainab, Ruqayyah, Ummu Kultsum, Fatimah, dan Abdullah. Namun, Allah menakdirkan kedua putranya dipanggil terlebih dahulu pada usia balita dikarenakan suatu penyakit, Qasim dan Abdullah. Cucu-cucu Rasulullah, diantaranya; Umamah (Pernikahan Zainab dengan ‘Abul Ash), Hasan dan Husain (Pernikahan Fatimah dengan Ali bin Abi Thalib).

Resume oleh: Lailatul Munawaroh
Buku:             Khadijah, Cinta Sejati Rasulullah karya Abdul Mun’im Muhammad Umar

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kuliah, Lomba, Organisasi. Why not?

The Beauty of Islam Perspective That We Need to Learn

Judgement and Decision Making Podcast #dirumahaja