Kuliah, Lomba, Organisasi. Why not?
Perspektif.
Disini aku tidak
bermaksud untuk menyamaratakan antara pandanganku dengan pengalaman atau
realita yang teman-teman miliki baik yang sedang ataupun pernah menjadi
mahasiswa.
Ini murni perspektif
yang aku miliki, teman-teman. J
Kesempatan untuk menjadi mahasiswa merupakan suatu kebanggan tersendiri, mengetahui perbedaan antara dosen dengan guru, sampai menunggu jam pulang hanya untuk segera nongkrong/main dengan teman-teman sudah menjadi kebiasaan yang jika tidak dilakukan akan terasa janggal.
Hari demi hari, minggu
demi minggu terlewati dengan rutinitas yang ‘gitu-gitu aja’. Berangkat kuliah,
belajar, main, pulang.
Sampai pada titik
dimana alam bawah sadar bilang
“are you serious to spend the rest of your campus life like you used to do?”
“are you serious to spend the rest of your campus life like you used to do?”
Kejenuhan akan
rutinitas yang “less value” mengantarkan
diri untuk bergabung dengan organisasi.
My life changed.
Organisasi yang tepat
memang akan mewarnai kehidupan kampus. Mulai dari jadi koordinator divisi yang
sama sekali ga paham apa yang harus dikerjakan sampai hal-hal kecil yang
membuat otak dan hati untuk berkontribusi terhadap masyarakat, socio-economic dan religiusitas. Karena
bagi penulis pribadi, religiusitas suatu organisasi menentukan seberapa tepat
organisasi tersebut.
Lomba.
Gagal lagi, gagal
terus, gagal mulu.
Bahkan sampai pada
suatu titik kejenuhan untuk apply lomba sana-sini karena hasilnya nihil. Ketika
mendapati posisi seperti ini kita akan dihinggapi oleh lingkungan sekitar
(teman dan keluarga) beberapa statement
yang sebetulnya tidak negative, hanya terkadang kurang sesuai dengan realita.
“enak ya jalan-jalan terus”.
“IPK nya apa kabar?”
“Apa sih yang dicari?
Buat apa?”
Seringkali justru
termakan dengan beberapa statement.
But, I think that’s life.
Statement lingkungan
sekitar belum tentu salah, teman-teman.
Mereka hanya ingin yang
terbaik untuk hidup kita. Hanya akan menjadi salah ketika kita menelan
bulat-bulat statement tersebut lalu
menyerah dengan kondisi yang ada.
Tak terhitung berapa
kali gagal dalam perlombaan, carut marut biaya berangkat lomba bahkan konflik
yang terkadang sulit tuk dihindari sampai pada akhirnya Allah rezekikan untuk
peroleh beberapa penghargaan berturut-turut, baik dalam ajang regional,
nasional sampai international. Alhamdulillah, Allah Maha Baik.
Kuliah
Bagi penulis,
organisasi dan lomba akan menjadi dua hal yang biasa saja atau bahkan tidak
berarti apa-apa ketika kuliah menjadi prioritas kesekian.
Belajar di bangku
kuliah harus tetap menjadi prioritas karena ada mimpi ibu ayah kita disana, ada
perjuangan banting tulang oleh ayah untuk membiayai uang semester yang berbelas
juta persemesternya. Dan akan menjadi mahasiswa yang tidak bertanggung jawab
ketika diri tidak amanah sedangkan banyak pemuda diluar sana yang mendambakan
bangku kuliah. Naudzubillah.
Satu pesan dariku:
Amanah menjadi seorang mahasiswa jangan sampai dipersempit sebesar ruangan
kelas tempat menimba ilmu. Lakukan hal yang membuat kamu mampu menjawab
pertanyaan ini pada 10 tahun mendatang, sebagaimana sabda Rasulullah:
“Engkau habiskan untuk apa
masa muda-mu?” – HR. At Tirmidzi no. 2340
Semangat terus teman-teman, sampai saat ini penulis masih terus belajar dan belajar memperbaiki diri J
Semoga bermanfaat dan Allah berkahi kita semua. Aamiin Allahuma Aamiin.
Semoga bermanfaat dan Allah berkahi kita semua. Aamiin Allahuma Aamiin.
Laila
Mapres
UG 2019
Komentar
Posting Komentar